Bukan Cuma Kue Makuta Bandung yang Manis
15 Agustus 2017, sekitar pukul 09.00 WIB.
"Keju 2 sama... Lu apa?", Kata blek kepada wanita penjaga kasir makuta bandung untuk kemudian bertanya kepadaku.
"Bentar", kataku sambil melihat selembar menu yang terletak di meja kasir.
"Coklat dah", lanjutku.
"Sama 1 lagi coklat, mba.", Kata blek.
"Nanti yang coklat plastiknya dipisah ya mba.", lanjut blek.
"Nanti minta aja di sebelah sana, mas.", Kata pelayan tersebut sambil menunjuk tempat pengambilan makuta yang dibeli yang terpisah dari kasir.
"Jadi 135.000 mas.", Kata penjaga kasir lagi dengan ramah.
Kemudian aku menyerahkan uangku kepada blek untuk kemudian digabungkan dengan uangnya untuk sekaligus membayar makuta yang dia beli. Setelah mendapatkan nota dan saling berterimakasih dengan penjaga kasir, kami berjalan ke tempat mengambil makuta yang kita beli. Tempatnya tepat disamping penjaga kasir hanya saja diberikan pembatas diantara keduanya. Tanpa basa-basi blek langsung menyerahkan notanya ke wanita yang akan memberikan makuta yang sudah kita bayar karena blek sedang memainkan smartphonenya untuk mengabari kakak kelasnya di Bekasi bahwa dua makuta pesanannya telah dibeli.
Kasir dan tempat pengambilan memang dibuat terpisah, mungkin sengaja dibuat seperti itu untuk memudahkan pelayanan ketika toko sedang ramai pembeli. Di tempat pembayaran (kasir), terdapat tiga orang yang siap melayani pembayaran pembeli. Terdiri dari meja dan mesin kasir layaknya toko kue atau restoran pada umumnya, serta terpampang gambar pilihan varian kue yang bisa dibeli. Sedangkan di tempat pembayaran, kurang lebih sama seperti tempat pembayaran, namun terdapat dua pelayan dan dibelakang mereka sudah tersedia puluhan kotak kue makuta dengan berbagai varian rasa yang siap di berikan ke pembeli, yang sudah membayar tentunya.
"Jadi dua keju satu coklat ya mas.", Kata wanita A dengan lembut. Sementara wanita B langsung mengambil makuta sesuai dengan apa yang disebutkan temannya itu.
"Iyah.", Kataku singkat sambil seolah kaget dan langsung menatapnya karena awalnya aku kira dia berbicara kepada blek yang sebelumnya memberikan nota. Sekilas kutatap wajahnya, aku tidak berani berlama-lama menatapnya, rasanya manisnya makuta sudah banyak diserap oleh si tetehnya.
"Yang coklat plastiknya dipisah ya mba.", Kata blek sebentar untuk langsung memainkan smartphonenya lagi.
"Oh, iya, siap mas.", Kata wanita A masih dengan lembut dan sangat ramah.
"Makasih ya mas.", Masih kata wanita A sambil memberikan makuta yang diambilkan wanita sebelah B. Dan memisahkan yang coklat sesuai permintaan.
"Iyah, sama-sama mba.", Jawabku sambil kembali menatapnya setelah sebelumnya mengambil dua plastik yang diberikan.
Kemudian aku masih terdiam karena blek masih sibuk memainkan smartphonenya.
"Udah, ayo blek.", Kataku pelan karena situasi antara aku dan wanita A menjadi canggung karena aku belum pergi setelah mengatakan "sama-sama" tadi. Saat itu intuisiku mengatakan si teteh-nya masih terdiam di posisi yang sama sambil menatapku. Aku tidak berani menatap balik karena dia semakin panas. Bisa bikin aku meleleh kalau aku menatapnya. Kemudian aku sadar dia berbalik badan sehingga aku baru berani menatapnya walau hanya dengan lirikan. Ternyata dia menemui temannya yang ada di ruangan berbeda, memang ada pintu di pojok kiri. Mungkin ruangan di belakangnya adalah tempat memasak dan packing. Kemudian aku pergi setalah blek mulai berjalan walau tetap menatap smartphonenya. Baru satu langkah jalan, langkahku terhenti.
"Aa, ini katanya ganteng.", Kata temannya cengengesan sambil berusaha di tahan si teteh wanita A. Maksudnya adalah si wanita A bilang kepada temannya itu bahwa "Si Aa" mukanya ganteng atau tampan yang berarti si Aa yang ia maksud sudah pasti salah satu diantara aku dan blek karena memang hanya ada kami disitu sedari tadi.
Dengan cepat, aku meliriknya. Aku menatap mata wanita yang berbicara itu. Dia menatapku balik sambil mengangkat alisnya. Aku yakin betul "Si Aa ganteng" yang dimaksud adalah aku. Terserah kalo kamu mau bilang aku kegeeran. Tapi dari gestur temannya itu, aku bisa menyimpulkan bahwa orang yang dimaksud adalah aku. Aku senang. Karena aku pikir, "Si teteh" juga cantik. Tapi aku berusaha cuek dan tetap berjalan keluar toko untuk menjaga image "ganteng" dari si teteh. Sesungguhnya ingin sekali aku bilang "Iya, tetehnya juga cantik. Aku ramal, suatu saat nanti, kita akan ketemu lagi di tempat yang sama." Ah, jadi sok Dilan.
Comments
Post a Comment