Ketua PSSI Kita, Edy Rahmayadi

          Letnan Jenderal TNI (Purn.) Edy Rahmayadi (lahir di Sabang, Aceh, 10 Maret 1961; umur 57 tahun) adalah seorang purnawirawan perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang Berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/12/I/2018, tanggal 4 Januari 2018 tentang pemberhentian dari dan pengangkatan dalam jabatan di lingkungan TNI, ia di tetapkan menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun dini).[1] Sebelumnya ia menjabat Pangkostrad[2] menggantikan Jenderal TNI Mulyono[3] yang telah menjadi KSAD.

          Begitulah latar belakang singkat mengenai Pak Edy berdasarkan situs wikipedia.

          Saat ini beliau menjabat sebagai Ketua Umum PSSI (Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia). Beliau menjabat sejak 10 November 2016 sampai dengan saat ini. Beberapa waktu lalu, beliau membuat keputusan yang menuai kontroversial. Banyak orang dibuat jengkel olehnya, termasuk saya.

          Bagaimana tidak? Beliau sempat cuti untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Utara. Kemudian beliau berhasil menang atas calon lainnya yang juga mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, yaitu Pak Jarot. Pasca keberhasilannya tersebut, beliau malah enggan melepas jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI.

          Lalu, saya menemukan foto berikut di twitter yang bersumber dari goal.com.


          Pada foto tersebut, terdapat kutipan singkat beliau ketika ditanya apakah akan meninggalkan jabatan Ketum PSSI. Hal ini membuat saya geram. Katanya "Dianggapnya PSSI ini kayak politik" lalu mengakhirinya dengan "mari besarkan PSSI lillahi ta'ala".

          Pertama, kalau memang PSSI ini bukan politik, lantas kenapa bapak mencalonkan diri sebagai gubernur Sumatera Utara seolah-olah jabatan Ketum PSSI itu dijadikan batu loncatan?

          Saya masih ingat bagaimana bapak menghidupkan kembali klub kebanggaan masyarakat Medan bahkan Sumatera Utara, PSMS Medan. Saya memang kurang paham masalah apa yang menimpa klub tersebut, yang saya tahu saat itu terjadi dualisme yang kemudian dibereskan oleh Bapak Edy. Saya rasa hal tersebut berhasil memikat hati ribuan suporter PSMS Medan.

          Kemudian bapak berhasil memenangkan kursi Ketum PSSI mengalahkan calon lain. Puncaknya adalah PSMS Medan keluar sebagai juara Liga 2 (Divisi Utama). Liga 2 adalah kompetisi tertinggi kedua di persepakbolaan Indonesia. PSMS juara setelah mengalahkan Persebaya yang saat itu lebih diunggulkan karena timnya 'bertabur bintang' untuk ukuran klub Liga 2. PSMS pun lolos ke Liga 1, kompetisi tertinggi sepak bola Indonesia.

          Sampai saat itu terjadi, saya mulai curiga. Kemudian bapak mencalonkan diri menjadi gubernur Sumatera Utara, baru cuti sebagai ketua PSSI. Seolah antiklimaks, PSMS di Liga 1 malah melempem, terjerembab di peringkat terakhir atau 18(sampai pertadingan ke-20). Persebaya? Peringkat 13. Jauh lebih baik.

          Saya merasa ada hubungannya dengan cutinya Pak Edy. Ada kejanggalan disana. Mungkinkah ada "bantuan" dari bapak sehingga PSMS juara Liga 2? Itu yang muncul di kepala saya ketika menganalisa hal non-teknis. Walaupun, jika dianalisa secara teknis, ada banyak alasan mengapa PSMS bisa "begitu".

          Seharusnya, jika memang menurut beliau PSSI ini bukan politik, beliau datang dengan segenap jiwa hanya untuk menjadi ketum PSSI, memperbaiki sepakbola Indonesia. Tidak perlu lebih dulu membantu PSMS Medan, tidak perlu menjadi gubernur Sumatera Utara saat sedang menjabat ketum PSSI. Tapi, semoga ini hanya pikiran negatif saya. Semoga Pak Edy ini memang orang yang hebat, bisa mengemban dua jabatan besar sekaligus.

          Kedua, ketika bapak mengakhiri pertanyaan wartawan dengan "mari besarkan PSSI lillahi ta'ala" juga membuat saya bingung. Bingung sekaligus kesal. Kalau memang ingin membesarkan PSSI lillahi ta'ala, niat tulus karna Allah, niat tulus karna Tuhan, lantas kenapa bapak malah menjadi gubernur Sumatera Utara? Kenapa tidak fokus saja menjadi Ketum PSSI? Bahkan federasi sepak bola Perancis yang telah menjuarai Piala Dunia pun tidak mungkin dipimpin seseorang dengan rangkap jabatan. Tapi sekali lagi, semoga ini hanya pikiran negatif saya saja, semoga Pak Edy ini memang yang hebat, bisa mengemban dua jabatan besar sekaligus.

          Terlepas dari itu, saya coba berpikir positif, saya mencari tahu berita lengkapnya dengan membuka situs goal.com. Berikut merupakan pernyataan lengkapnya.



          Seacara keseluruhan, beliau mengatakan bahwa 'Sekjen' PSSI telah membuat konsep untuk usia 14, 16, 19, bahkan 23 tahun. Konsepnya sampai 2024 dan sudah berjalan, sehingga beliau tidak bisa meninggalkan PSSI begitu saja. Kemudian beliau juga mengatakan selalu berkomunikasi dengan Sekjen PSSI, jadi jangan bergantung pada beliau katanya.

          Saya coba flashback mengenai track record Sekjen (Sekretaris Jenderal) PSSI. Sekjen PSSI saat ini adalah Ratu Tisha Destria. Saya coba menceritakan apa yang saya ingat mengenai beliau tanpa melakukan browsing di internet. Beliau merupakan alumni matematika ITB yang juga manajer tim sepak bola ITB ketika beliau masih kuliah. Beliau juga salah satu founder Labbola yang merupakan peusahaan statistik olahraga secara umum, sepak bola secara khusus. Labbola sendiri merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia pada bidangnya. Beliau pernah mendapat beasiswa program FIFA Master. Program tersebut digagas oleh FIFA untuk memberikan ilmu mengenai segala hal tentang sepak bola mulai dari pembinaan usia muda sampai pembuatan kompetisi  yang baik dan benar. Ibu Ratu Tisha merupakan satu-satunya orang Indonesia yang mampu mendapatkan beasiswa tersebut, bersaing dengan ratusan bahkan ribuan orang dari berbagai belahan dunia. Pasca lulus dari FIFA Master, beliau sempat ditawarkan beberapa negara lain untuk membantu persepakbolaannya, tapi Indonesia beruntung karena beliau lebih memilih membantu sepak bola Indonesia.

          Oke, sampai sini saya bisa mengatakan bahwa Ibu Ratu ini memang "orang bola" dalam artian beliau adalah orang yang paham bahkan sangat paham dengan sepak bola. Berarti, pasntas jika beliau pada akhirnya berada di struktur organisasi PSSI dengan jabatan yang sangat tinggi, yaitu Sekretaris Jenderal. Pantas juga jika Pak Edy mengatakan konsep PSSI dibuat oleh Sekjen.

          Sekarang saya berpikir, kenapa tidak Ibu Ratu saja yang jad Ketua Umum PSSI menggantikan Pak Edy? Pak Edy silakan menjadi Gubernur Sumatera Utara agar sama-sama punya satu fokus dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Toh, dengan track record Ibu Ratu, beliau layak kok jadi ketum PSSI. Malah, kalau bisa, struktur organisasi PSSI mulai dari Ketua Umum sampai Komite Eksekutif diisi oleh orang-orang dengan track record yang setara atau kalaupun tidak setara, yaa tidak beda jauh lah dengan Ibu Ratu Tisha. Karena sudah selayaknya organisasi sepak bola diisi oleh orang-orang yang memang mengerti bola, mau berkontribusi untuk sepak bola Indonesia, untuk kepentingan rakyat Indonesia bukan golongan bahkan individu.

          Tapi, untuk yang kesekian kalinya, semoga ini hanya pikiran negatif saya, semoga Pak Edy memang orang yang hebat, bisa mengemban dua jabatan besar sekaligus.

          Namun, saya berpikir bahwa ini hanya opini saya secara pribadi. Saya tidak mengatahui aturan yang berlaku, barangkali secara hukum sah-sah saja jika kepala daerah rangkap jabatan dengan ketua organisasi olahraga nasional. Untuk itu, saya mencoba mencari tahu hal tersebut. Berikut beberapa hal yang saya temukan.

          Pertama, berdasarkan berita yang dilansir situs bolasport.com, sebelum Pak Edy terpilih sebagai ketua umum PSSI, Menpora Imam Nahrawi sudah mengingatkan bahwa kepala daerah tidak boleh rangkap jabatan menjadi ketum PSSI. Dalam hal ini, berarti Pak Edy sudah menentang perkataan atau perintah Menpora.

          Kedua, berdasarkan surat edaran Mendagri (Menteri Dalam Negeri), tertulis jelas bahwa Pejabat Publik dan Pejabat Struktural tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilarang rangkap jabatan pada kepengurusan KONI, PSSI, serta klub sepak bola profesional dan amatir. Bahkan dalam surat edaran tersebut tertera beberapa aturan atau pasal terkait hal tersebut lengkap beserta sanksinya.

          Kedua hal tersebut semakin meyakinkan opini saya bahwa sebaiknya Pak Edy memang lebih baik meninggalkan jabatan ketum PSSI. 

          Terakhir, semoga sepak bola Indonesia tidak pernah kehabisan orang-orang seperti Ibu Ratu. Bahkan kalau bisa lebih banyak. Jadi, beberapa orang mengurusi PSSI, sisanya mengurusi klub-klub di Liga Indonesia. Wah, tidak terbayang sepak bola Indonesia akan seperti apa. 

          Untuk PSSI dan sepak bola Indonesia, saya selalu mendoakan yang terbaik. Walaupun mungkin PSSI diisi oleh orang-orang licik. Semoga peringkat dunia Indonesia bisa naik. Semoga timnas-nya bisa bermain cantik. Semoga suatu saat di Piala Dunia, bisa berada di podium tertinggi. 

Comments

Popular posts from this blog

5 Tempat Kemana Hilangnya Pulpen dan 3 Tips Agar Tidak Kehilangan Pulpen

Pengalaman Ikut Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI) 2016

Lomba Calistung Kelas 1 SD tahun 2004/2005